Kesehatan Reproduksi Remaja, Hal Klasik yang Jarang Diusik

Tahun 2024 menjadi tahun politik yang hangat diperbincangkan di tiap-tiap sudut daerah dan segala tingkatan umur. Di tengah keriuhan politik yang sedang menggelora, ada sebuah topik hangat yang jarang diangkat. Walaupun sekedar untuk berbincang, dilema ini selalu ada di tiap-tiap jaman dan menjadi dilema klasik yang masih perlu mendapatkan perhatian dengan seksama, yakni dilema kesehatan reproduksi remaja.
Remaja yang terlahir pada bentang waktu tahun 1996-2012, sering kali disebut sebagai Generasi Z atau Genzi. Golongan remaja hal yang demikian menempati tingkat proporsi terbesar penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020. Beri ini tentunya menjadi energi yang luar umum bagi Indonesia, seperti sebuah kalimat legendaris Bapak Proklamator, “Tetapi aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Beberapa demikian, masa remaja juga yakni masa yang rentan. Beri hal https://www.braxtonatlakenorman.com/ yang demikian dikarenakan pada masa ini sedang terjadi perubahan fisik yang kencang, perubahan emosionil, kognitif, akhlak, sosial dan psikologis sehingga remaja benar-benar berisiko kepada beragam dilema, termasuk dilema kesehatan reproduksi.
Baca Juga : Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik di 2025
Tiga dilema Kesehatan Reproduksi Remaja atau dikenal sebagai Triad KRR, yang mencakup dilema seksualitas, HIV dan AIDS serta Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). Tiga hal hal yang demikian masih menjadi ancaman yang serius pada bagi remaja. Data menampakkan masih cukup tingginya umur perkawinan umur dini yang sebagian besar disebabkan karena kehamilan yang tak diinginkan, penemuan kasus HIV baru pada remaja serta penggunaan NAPZA di kalangan remaja. Data hal yang demikian menampakkan bahwa alih-alih menjadi energi, peliknya dilema remaja hal yang demikian justru akan menambah beban negara dan menghalangi pengerjaan pembangungan secara khusus dalam pembangunan manusia di bidang kesehatan. Seperti kita kenal, salah satu sasaran SGDS pada tahun 2030 yakni mengakhiri epidemi AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat. Ini tentunya menjadi hal yang susah jikalau remaja masih berkubang dengan perilaku-perilaku berisiko dalam kesehatan reproduksi, sehingga benar-benar diperlukan upaya yang komprehensif.
Kecuali penelitian menampakkan dilema kesehatan reproduksi remaja hal yang demikian disebabkan karena faktor personal remaja hal yang demikian dan juga faktor lingkungannya. Beberapa personal diantaranya yakni persepsi, pengetahuan, sikap, norma, efikasi dan gaya hidup, padahal faktor eksternal yakni pengaruh dari teman, pengaruh keluarga, lingkungan yang berisiko dan juga tentunya internet dan media sosial. Remaja laki-laki yang mempunyai keyakinan diri/self efficacy rendah ternyata lebih berisiko dalam perilaku mengisap rokok dan mengkonsumsi minuman menandung alkohol. Remaja yang mengakses media sosial lebih banyak juga ternyata mengakses pornografi secara khusus pada remaja laki-laki. Komunikasi yang kurang dengan orang tua juga meningkatkan risiko remaja dalam mengakses pornografi. Walaupun itu, komunikasi yang kurang dengan ayah dan ibu juga ternyata meningkatkan risiko perilaku pacaran pada remaja.
Kecuali hal yang dapat dikerjakan untuk menjawab beragam dilema remaja yang pertama yakni pendekatan yang berbeda antara remaja laki-laki dan perempuan karena pada dasarnya mereka mempunyai perbedaan struktur otak dan hormon yang akan mempengaruhi perilakunya. Penguatan pada remaja absolute menjadi hal yang fundamental, baik lewat aktivitas segera kepada remaja atau tak segera lewat peran orang tua dan juga media sosial. Peran orang tua yakni peran paling mendasar dalam tumbuh kembang seorang buah hati, dimana orang tua-lah yang meletakkan dasar-dasar kehidupan. Tabu, malu, dan hal-hal yang terkait dengan budaya masih menjadi dilema klise komunikasi orang tua dan buah hati secara khusus terkait dengan kesehatan reproduksi. Karena sebaliknya, remaja mempunyai ekspektasi kepada orang tuanya yakni keterbukaan dan kepercayaan. Bukan hal yang gampang untuk dibuat jikalau orang tua tak segera beranjak dan melakukan transformasi diri mengingat zaman sudah bergulir semacam itu cepatnya. dapat lagi mempunyai anggapan, “ah nanti buah hati akan tahu dengan sendirinya”. keterbatasan komunikasi itu membuka peluang remaja untuk mengakses informasi lewat internet maupun media sosial yang tak semuanya valid dan pun ada banyak informasi juga yang bersifat hoax.